Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Rabu, 25 Juli 2012

A Pray for Us

Ya Allah..

Kau adalah sebaik-baik Pelindung...
Maka q haturkan doa padaMU...
Lindungilah dia yang membawa setengah dari cinta ku,
Yang mengisi hari-hari ku,
Yang ku nanti dengan pengharapan besar...

Kau adalah sebaik-baik Penjaga...
Maka jagalah hatinya,
Agar selalu terbuka dengan jalanMu,
Agar mampu melihat cahayaMu,
dan agar ia dapat menjaga kesucian cintanya...

Kau adalah sebaik-baik Pembimbing...
Maka bimbinglah hatinya yang rapuh,
Agar tegar hatinya,
Agar kelak ia dapat membimbing ku di jalanMU...

Kau adalah sebaik-baik Pemilik Hati...
Maka milikilah hatinya bagiMu,
Karena aku hanya akan rela seutuhnya,
Berbagi cintanya dengan Mu...

Masa Kecil Bahagia yang Terenggut

     "Mayoritas anak-anak jaman sekarang hidup dalam tuntutan mengenal masa depan (tampak seperti proses pendewasaan sejak dini), dan mereka adalah anak-anak yang terenggut 'masa kecil bahagia'nya." #PsikologAnak

     Saya punya seorang murid. Kedua orang tuanya pekerja. Setiap pagi dia masuk sekolah pukul 7.00 dan pulang pukul 14.00. Setelah itu, orang tuanya mengikutkan dia dalam les bahasa inggris, les matematika, les 'semua subjects', les renang, les piano, les gitar, bela diri, dll. Dan hampir setiap hari pula saya melihat badannya yang besar berjalan lesu, matanya yang besar bulat menampakkan kelelahan, suaranya yang berat dan hanya saat dia bermainlah dia bisa melompat dengan girang. Biasanya ia suka membawa mainan-mainan bagus dan mahal, dan mengajak teman-temannya bermain. Ia tampak begitu manja. Ia tampak begitu rapuh. Dengan mudahnya ia mampu menangis, misalnya karena ejekan teman-temannya, atau jika teman-temannya tidak mengacuhkannya.

     Semua itu hanya gambaran kecil tentang seorang anak, yang merupakan salah satu dari komunitas besar 'anak-anak masa kini' yang sedang merajalela di masa-masa sekarang ini, seperti apa yang saya kutip dari kata-kata seorang psikolog di awal note ini. Komunitas besar anak yang terenggut masa kecil bahagianya. Sangat disayangkan bahwa di masa kini, terlalu banyak faktor-faktor yang merenggut 'kemurnian pikiran dan kebahagiaan anak'. Diantaranya adalah - yang membuat saya benar-benar tidak habis pikir - perencanaan para orang tua kelas atas dan berpendidikan. Entah apa yang direncanakan para orang tua itu. Menuntut anak-anak mereka yang masih kecil untuk mengerjakan ini dan itu. Belajar ini dan itu. Sejak dini memasukkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus, tempat-tempat kursus terbaik, berusaha membuat anak mereka menguasai beragam keterampilan, menuntut prestasi akademis yang tinggi. Mereka berusaha menjadikan anak mereka sesempurana mungkin. Benar-benar hidup yang melelahkan terutama bagi anak-anak, namun banyak yang harus menjalaninya.

     Faktor lain yang membuat saya kecewa pula adalah aturan pendidikan formal. Entah hal apa yang membenarkan pendidikan formal mendominasi kehidupan anak dan menyisihkan masa bermain dari hidup mereka. Bagaimana mungkin seorang anak kelas I sekolah dasar selesai jam sekolahnya pukul 14.00, dan masih ada bimbel dan semacamnya. Bagaimana mungkin pendidikan formal mengesampingkan pandangan-pandangan psikologi anak. Tentunya setiap anak melewati beberapa fase dalam hidupnya, salah satunya adalah fase bermain dan belajar dengan intuisinya. Seharusnya anak-anak banyak mengenal lingkungan dan alam sekitarnya, belajar mengikuti intuisinya, dan melakukan beragam hal yang menyenangkan dan berguna. Mengapa mereka harus duduk di bangku sekolah seharian, lalu mengerjakan PRnya di Rumah dan mengikuti bimbel? Tidakkah semua itu benar-benar tampak seperti pendewasaan dini yang dipaksakan? Ketika aturan pendidikan formal yang sebenarya tampak konyol itu dipertanyakan, alasan yang dikemukakan adalah : anak-anak sebaiknya belajar mengenal beragam hal sejak dini, agar mereka benar-benar dapat mempersiapkan diri dengan baik di masa depannya kelak. Sungguh konyol bagi saya. Orang tua berkewajiban mendidik anak dan mendampinginya berkembang, sementara pendidikan agar anak dapat mengenal, namun keduanya tidak berhak mengatur dan membentuk kehidupan anak yang aman, nyaman, damai, dan indah kelak, sesuai keinginan mereka.

     Saya pribadi pernah melewati masa kecil yang lumayan baik, tidak buruk juga. Saya lahir di tengah-tengah keluarga yag sederhana secara ekonomi. Ketika saya masih kecil, saya bersekolah di pagi hari, dan bermain sepulang dari sekolah. Saya bermain dengan teman-teman dan berpetualang, Saya balajar dan mengerjakan PR di malam hari, lalu sempat mengaji bersama teman-teman. Proses belajar saya dipenuhi tuntutan dari orang tua untuk selalu meraih prestasi yang bagus dalam bidang akademik. Namun orang tua juga tidak mengekang masa bermain saya. Saya bermain seperti anak-anak lainnya, begitu pula teman-teman saya. Masa kecil bahagia kami tidak terenggut.

     Sementara anak-anak sekarang harus belajar ini-itu. Harus mengikuti kursus ini-itu. Terbengkalai dari kasih sayang karena kesibukan orang tua bekerja, tenggelam dalam permainan-permainan yang menjerumuskan (Games online yang berbahjaya, PSP, PS, dll), dan tidak begitu mengenal alam sekitarnya. Mungkin semua itu adalah penyebab mereka cenderung bersikap manja, memiliki emosi yang begitu labil, dan cenderung rapuh. Sementara anak-anak masa dulu yang bebas bermain, berkutat dengan alam, berpetualang, sehingga mereka memiliki pribadi yang cukup tegar, emosi yang lebih stabil, kedewasaan yang tidak dipaksakan, dan lebih bertanggung jawab, serta tidak mudah galau dan alay.

     Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Bagaimana kehidupan anak-cucu kita kelak? Akankah lebih baik atau semakin terjerumus? Mari kita pikirkan.